This site uses cookies.
Some of these cookies are essential to the operation of the site,
while others help to improve your experience by providing insights into how the site is being used.
For more information, please see the ProZ.com privacy policy.
Freelance translator and/or interpreter, Verified site user
Data security
This person has a SecurePRO™ card. Because this person is not a ProZ.com Plus subscriber, to view his or her SecurePRO™ card you must be a ProZ.com Business member or Plus subscriber.
Affiliations
This person is not affiliated with any business or Blue Board record at ProZ.com.
English to Indonesian: As Big As You Like (Menjadi Sebesar yang Anda Inginkan) General field: Bus/Financial Detailed field: Management
Source text - English Almost every business I come across has the potential for substantial growth; most of their operators just don't know how to get there. A few owners are most comfortable with an operation in which they know all their employees, the financial winds are light to moderate, and they can take the family on vacation for few weeks and not worry about what Warren Buffett thinks. But the vast majority want to look in the mirror and see an Elephant.
Well, yes, you think, of course I want my business to grow, but, come on, will I ever be Wal-Mart or Microsoft? Probably not, so why should I try to become the Elephant? The odds of that are about the same as my chances of opening a scuba shop on the moon.
You're forgetting that Elephants come in different sizes, but all Elephants have a few things in common: They're all companies big enough to make a difference, healthy enough to withstand strong financial winds, and strong enough to influence their market, whatever that market might be.
When you're an Elephant, you have power, wisdom, and respect.
Becoming an Elephant means growing your company to a size that's as big as you want. For some (me, for example), the goal is to be huge. For others, medium size is more comfortable; for still others, being a small Elephant is just fine.
Even if you genuinely wish to stay small, you need to be the Elephant in your neighborhood. If you don't, the fickle marketplace may assign that title to one of your competitors - and no one like living under the feet of an Elephant.
I short, you can be an Elephant -- and reap Elephant benefits -- without being in the Fortune 500.
Whatever size Elephant you are, you will have built-in cash reserves and access to resources that, as a smaller company, you cannot expect to enjoy. You will have more employees, but they will make your life easier by providing you (and themselves) greater job security. You might have more day-to-day problems, but you'll have more people to handle them for you, more revenue to pay for processes and assistance. And if you hire wisely and organize well, you will have more days to spend sailing.
(Source: "Be the Elephant: Build a Bigger, Better Business", written by Steve Kaplan).
Translation - Indonesian Hampir semua bisnis yang saya temui punya potensi untuk berkembang; namun sayangnya para pelaku bisnis itu belum mengetahui bagaimana cara mengembangkan bisnis mereka. Beberapa pemilik usaha menyukai metode kerja yang memungkinkan mereka untuk mengenali semua bawahannya, hanya dihadapkan pada masalah keuangan yang tidak terlalu berat, dan mereka bisa berlibur bersama keluarga selama beberapa minggu dan tidak terlalu memikirkan konsep-konsep bisnis ala Warren Buffet. Tapi sebagian besar pengusaha lain melihat adanya potensi untuk menjadi sang gajah (raksasa bisnis).
Tidak masalah kalau Anda memang ingin bisnis Anda biasa-biasa saja, tapi saya sendiri ingin agar bisnis saya berkembang, dan apakah bisnis saya harus menjadi sebuah perusahaan besar seperti Wal-Mart atau Microsoft? Mungkin saja tidak, tapi kenapa saya harus berusaha menjadi raksasa bisnis? Karena tantangan yang akan saya hadapi di situ sama sulitnya seperti membuka toko perlengkapan menyelam di Bulan.
Anda mungkin lupa bahwa ukuran raksasa bisnis itu bermacam-macam, tapi punya beberapa kesamaan: skala usahanya yang cukup besar untuk menciptakan perbedaan, kondisi keuangannya yang stabil saat diterpa badai krisis keuangan, dan mampu memengaruhi pasar, apa pun pasarnya.
Ketika Anda menjadi raksasa bisnis dalam artian yang sebenarnya, Anda punya kekuasaan, kebijaksanaan, dan juga mendapatkan penghormatan dari pihak lain.
Menjadi raksasa bisnis berarti mengembangkan perusahaan Anda menjadi sebesar yang Anda inginkan. Beberapa pengusaha (contohnya saya) memiliki target untuk menjadi raksasa bisnis yang sangat besar. Tetapi ada juga beberapa pengusaha yang lebih nyaman dengan menjadi raksasa bisnis yang sedang-sedang saja, dan sebagian lagi tidak masalah jika menjadi raksasa bisnis yang kecil.
Kalau Anda memang benar-benar ingin menjadi raksasa bisnis yang kecil, jadilah pengusaha kelas kakap di lingkungan rumah Anda. Tapi jika tidak, pasar yang kerap berubah-ubah akan memberikan gelar pengusaha kelas kakap itu kepada pengusaha yang lain -- dan pastinya tidak akan ada yang mau dibayang-bayangi oleh pengusaha kelas kakap.
Singkat kata, Anda bisa menjadi raksasa bisnis -- dan menuai manfaatnya -- tanpa harus masuk ke dalam peringkat Fortune 500.
Ketika Anda menjadi pengusaha kelas kakap jenis apa pun, Anda harus memiliki cadangan dana tetap dan akses terhadap sumber daya -- sebagai sebuah perusahaan kecil -- yang tidak bisa Anda nikmati. Anda akan memiliki pegawai yang lebih banyak, tapi jumlah pegawai yang banyak tersebut tidak menjadi masalah bagi Anda, selama Anda mampu memberikan keamanan bagi pekerjaan Anda dan mereka. Anda juga akan menemui masalah sehari-hari, tapi Anda punya lebih banyak orang untuk membantu menangani masalah tersebut, dan tentunya lebih banyak pemasukan yang Anda alokasikan untuk membayar proses dan bantuan tersebut. Jika Anda bisa mempekerjakan orang lain dengan bijak dan mengelola usaha Anda dengan baik, Anda akan memiliki lebih banyak waktu untuk bersenang-senang.
(Source: "Be the Elephant: Membangun Bisnis yang Lebih Besar dan Lebih Baik", translated by Suryo Waskito).
English to Indonesian: Set and Prioritize Your Goals (Tentukan dan Prioritaskan Tujuan Anda) General field: Social Sciences Detailed field: Human Resources
Source text - English Many executives are whirlwinds of activity, racing from meeting to meeting or crisis to crisis without giving much thought to the rationale for their hectic schedules. Many of those professionals like the feeling of doing something; they are not comfortable reflecting on their priorities. Their typical approach can be described as "Ready, fire, aim!" Others get bogged down in a schedule dictated by their company or spend most of their time responding to "urgent" request from others.
As a result, those energetic, ambitious people end up spending too little time on activities that support their highest goals. Despite their talent, they often report a serious mismatch between their work priorities and time allocations.
No matter what your career aspirations are, you should begin by thinking carefully about why you are engaging in any activity and what you expect to get out of it. In this chapter, I will walk you through an exercise to establish your highest-ranking goals and to determine whether your actual schedule is consistent with this ranking. This process has six steps:
(1). Write down everything you are doing, or are planning to do, in order to achieve your professional goals.
(2). Organize the items by time horizon: Career Aims, yearly Objectives, and weekly Targets.
(3). Rank your Objectives by their relative importance, taking into account what the world needs as well as what you want.
(4). Rank your Targets by their relative importance - both those serving your Objectives and those assigned to you.
(5). Estimate how you actually spend your time, and compare that will with your prioritized set of Objectives and Targets.
(6). Understand and address the reasons for mismatches between your goals and your time allocations.
(Source: "Extreme Productivity: Boost Your Result, Reduce Your Hours", written by Robert C. Pozen)
Translation - Indonesian Banyak kalangan eksekutif yang disibukkan oleh setumpuk kegiatan, dari satu rapat ke rapat yang lain, atau dari krisis yang satu ke krisis yang lain tanpa banyak memikirkan kesibukan mereka dengan rasional. Mayoritas profesional tersebut menikmati rasanya melakukan sesuatu; dan mereka merasa tidak nyaman ketika harus bercermin pada rencana prioritas. Pendekatan yang jamak dilakukan adalah "Tembak dulu, pikir belakangan." Sedangkan lainnya berkutat pada jadwal yang ditentukan oleh perusahan atau menghabiskan sebagian waktunya untuk merespon permintaan-permintaan "mendesak" dari pihak lain.
Akibatnya, orang-orang yang ambisius dan energik tersebut hanya memiliki sedikit waktu untuk melakukan hal-hal yang mendukung cita-cita tertinggi mereka. Apa pun bakat yang dimiliki, mereka sering kali melaporkan adanya ketidakcocokan antara prioritas kerja mereka dengan alokasi waktu yang ada.
Tanpa memandang aspirasi karier Anda saat ini, Anda harus memulainya dari berpikir secara mendalam mengapa Anda terlibat dalam banyak aktivitas dan apa yang Anda harapkan dari aktivitas tersebut. Pada bab ini, saya akan memandu Anda untuk berlatih menempatkan tujuan-tujuan tertinggi Anda dalam skala prioritas dan menentukan apakah jadwal kegiatan Anda sesuai dengan skala prioritas tersebut. Nah, ada enam tahao dalam proses tersebut, yaitu:
(1). Catat apa saja yang sedang Anda kerjakan, atau yang ingin Anda kerjakan, untuk meraih tujuan profesional Anda.
(2). Kelompokkan aktivitas-aktivitias tersebut berdasarkan skala waktu: Tujuan Karir, Pencapaian Tahunan, dan Target Mingguan.
(3). Urutkan pencapaian Anda berdasarkan tingkat kepentingannya, dan pertimbangkan apa yang Anda inginkan dan apa yang dibutuhkan di dunia kerja.
(4). Urutkan target Anda berdasarkan tingkat kepentingannya pula - baik target yang mendukung tercapainya tujuan Anda dan yang dibebankan kepada Anda.
(5). Perkirakan bagaimana Anda melakukan aktivitas tersebut, dan bandingkan dengan tingkat prioritas tujuan dan target Anda.
(6). Temukan dan pahami alasan-alasan mengapa terdapat ketidaksesuaian antara cita-cita Anda dan alokasi waktunya.
English <--> Bahasa Indonesia (vice versa) translator, specialize in marketing, management, engineering (general), automotive, railroading, IT & power generation.
Keywords: English, Bahasa Indonesia, Indonesia, translator, economics, social science, automotive, railroading, freelance, civil engineering. See more.English, Bahasa Indonesia, Indonesia, translator, economics, social science, automotive, railroading, freelance, civil engineering, translation. See less.